Mitos dalam pembuatan Tape Ketan, sejalan dengan syarat higienis makanan olahan, karena semua fasilitas dan peralatan yang akan dipergunakan harus bersih,tidak mengandung unsur minyak,garam serta kondisi orang yang akan mengolah atau membuatnya,harus bersih dan mandi terlebih dahulu. Hal itu untuk menghindari tercampurnya bahan lain saat ketan bersentuhan dengan tangan,tidak dalam keadaan marah,tidak dalam keadaan sakit,sedang menstruasi,serta tidak boleh berisik karena hal itu akan mempengaruhi hasil dari olahannya yang dipercaya bisa berdampak kepada tekstur,rasa,warna dan wanginya walaupun komposisi maupun cara pembuatannya sama dengan pembuatan sebelumnya.
Ilustrasi filosofi tape ketan yang selalu muncul marak dihari-hari spesial atau bulan-bulan tertentu, antara lain dari tekstur ketan yang lengket mengandung makna, saat berkumpul diharapkan kedekatan bisa semakin terjaga. Rasa manisnya mengandung arti, dari setiap pertemuan bisa menghasilkan sesuatu yang indah,serta pembicaraannya juga bisa menghasilkan sesuatu yang menyenangkan dan membuahkan kenangan yang manis. Mungkin dari mitos tape ketan ini kita bisa mengambil nilai filosofi bahwa dalam melakukan hal apapun haruslah dengan niat yang benar, karena jika dalam melakukan hal apapun kebenaran dicampur adukkan dengan keburukan makan hasilnya akan cenderung buruk.
Tape ketan
dikawasan Asia dan Asia Tenggara dikenal dengan nama atau sebutan
berbeda-beda,antara lain di Malaysia disebut Tapai Pulut, Filipina disebut Basi
Binubran, Kamboja dikenal dengan sebutan Chao, Thionghwa dikenal dengan sebutan
Lao-chao, di China dikenal dengan nama Louzou atau Chiu Niang dan di Thailand
disebut Khao-Mak. Di Indonesia,selain mudah ditemukan ditatar Sunda atau Jawa
Barat, juga bisa ditemukan di Jawa Tengah,Yogyakarta, Jawa Timur maupun
dibeberapa daerah diluar Pulau Jawa. Tetapi,Peuyeum Ketan identik sebagai
penganan warisan khas Tatar Sunda.
0 Komentar